Wednesday, January 4, 2012

Turning Point


Pagi itu aku harus ke kampus..
Waktu itu kami masih tinggal di Mess Bahtera Suaka di jalan Raya Gunung sahari, aku, Mama, Bapak, Jilly dan Susan kedua adikku.
Pagi itu terasa lemas, iya.. aku belum sarapan.. bahkan belum makan dari semalam.. namun Mama sudah menyediakan secangkir teh manis hangat. Iya, hanya itu yang kami punya untuk mengisi perut kami yang lapar.

Sudah beberapa bulan mama tidak bekerja lagi, Ia dipecat dari kantornya tanpa prosedur yang jelas. Terpaksa gaji PNS Bapak yang hanya satu juta lima ratus ribu rupiah musti dipakai untuk menghidupi kami berlima.tidak cukup, sementara  Aku dan kedua adik-adikku kuliah.

Aku kebingungan, terpaksa musti merogoh semua saku celana dan karton, hanya untuk mencari uang seribu rupiah. Untuk ongkos ke kampus. Iya, aku musti ke kampus, UKI Cawang.
Pagi ini terpaksa aku meminjam recehan lima puluh rupiah yang dikumpulkan Susan seharga seribu rupiah. Bayangkan banyaknya dan penuh ketika di masukkan dalam saku celana. Tidak boleh kurang dan tidak boleh ada yang terjatuh.

Aku ke kampus. Menumpang pada Patas P2 jurusan Kota-Kampung rambutan. Ketika kondektur Patas tersebut menghampiriku sambil membunyikan recehan uang di tangannya, kemudian aku merogoh recehan lima puluh rupiah dari saku celana dan langsung memberikan semua kepadanya.. seribu rupiah, ongkos Patas. Ternyata Kondektur tadi langsung menertawaiku sambil berkata.. “ini Jakarta De! Duit gini sudah tidak berlaku..” Hah!! Kemudian dia mengembalikannya dan berlalu dariku.. iya, aku kebingungan. Betapa tidak, perasaan belum ada informasi dari badan keuangan Negara atau dari Bank Indonesia yang menyatakan uang lima puluh perak sudah tidak berlaku lagi.. apalagi di Ibukota Negara. Sambil malu dan kebingungan aku menyimpan recehan tadi kedalam saku celana.. yah mudah-mudahan di kampus nanti uang ini bisa diterima untuk membeli kue atau jajanan yang bisa untuk menghilangkan rasa laparku.

Ketika melintas Jatinegara, naik beberapa pengamen cilik.. mereka terlihat lusuh dengan muka acak-acakan.. langsung bernyanyi dengan suara fals.. suara fals mereka tidak menggangu aku.. soalnya aku lebih memikirkan apa yang akan aku perbuat dengan recehan lima puluh perak ini.. untuk jajan? Untuk ongkos pulang nanti? Ah…. Tapi aku lapar.. Ya Tuhan! Iya belakangan ini aku jarang makan, aku musti jalan kaki dari kampus, cawang, hingga Gunung sahari.. itupun dengan perut keroncongan..
Aku jadi sering mengeluh.. mengapa TUHAN mengijinkan kita pindah ke Jakarta dan kemudian musti menjalani hidup seperti ini.. makan susah, apalagi ongkos transport..
Rasanya tidak adil ketika membandingkan hidup kami di Papua, sesusah-susahnya kami.. tetap ada makanan untuk dicicipi..

Tapi kemudian perhatian aku terganggu oleh pengamen-pengamen cilik tadi.. mereka tetap bernyanyi dengan suara falsnya.. tapi bukan itu.. aku kemudian menatap mereka satu persatu..
Sejenak aku berpikir.. hey, kenapa aku selalu mengeluh? Coba kau pikir Billy, pengamen-pengamen ini.. punya orangtua kah mereka? Tinggal dimanakah mereka? Sudah sarapankah mereka? Tidur diatas kasur empukkah mereka? Punya sanak saudarakah mereka? Dan masih banyak pertanyaan di balik pikiran aku…

Aku tidak akan mengeluh lagi.. soal apa yang akan aku makan dan semua yang aku kenakan, semua yang mengkhawatirkan aku.. karena aku tahu TUHAN memelihara aku seperti IA memelihara semua orang.

Billy Tamnge
05/01/2012

1 comment: